Sabtu, 02 Oktober 2010

Pantai Bedul Banyuwangi


Pada idul fitri kemarin saya berkunjung ke Eko Wisata Hutan Bakau Bedul, sebuah tempat wisata pantai yag merupakan bagian dari Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi Jawa timur. Tempat ini menyajikan pemandangan hutan bakau yang sangat rimbun. Dipenuhi dengan satwa khas hutan bakau tropis.


Tempat ini terletak di kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi selatan, sekitas 45 km dari kota Banyuwangi. Mudah di akses dari Jalan Grajagan Purwoharjo. Sebelum mencapai pantai Grajagan di tengah hutan terdapat pertigaan yang memampang penunjuk arah ke Bedul, jalan yang dilalui sudah beraspal. Namun beberapa km menjelang pantai jalur yang dilalui berubah menjadi sebuah jalan aspal yang lebarnya hanya sekitar 5 meter dengan kondisi jalan yang secara umum masih baik. Sepanjang jalur, penunjuk arah terpampang dengan jelas sehingga tidak membingungkan.

Bedul masih tergolong baru dibuka untuk umum, namun fasilitasnya cukup memadai. Terdapat lahan parker yang cukup luas untuk motor dan mobil. Di tempat itu pula terdapat fasilitas umum seperti toilet dan musola, dan tentu saja berjajar banyak warung yang menyajikan berbagai makanan dengan harga yang sangat terjangkau.

Wisata yang ditawarkan adalah hutan bakau yang terentang di sepanjang garis pantai teluk, hutan rimbun dengan berbagai satwa liar, serta pantai yang menghadap ke lautan selatan yang berjarak sekitar 1,8 km dari garis teluk. Pengunjung bisa menyebrang ke hutan lindung untuk kemudian berjalan ke pantai serta menyaksikan berbagai satwa liar (jika beruntung Anda bisa menemui kijang, babi hutan, serta burung merak), atau menyusuri teluk dengan menggunakan perahu yang tersedia.

Kunjungan saya pertama kali ke Bedul pada bulan Juni 2010. Saat itu pengunjung masih sepi karena memang bukan pada saat liburan. Semua tampak bersih, dan asri. Saya sangat kagum saat itu, karena semuanya masih asri. Saya pikir ini adalah wahana yang hebat untuk mengenalkan masyarakat pada pentingnya keseimbangan alam, dengan adanya hutan lindung serta hutan bakau yang masih sangat terawat. Selama perjalanan menuju penyebrangan di sisi jalan terdapat banyak benih bakau yang dirawat dengan baik oleh pihak taman nasional untuk kelestarian habitat pantai.

Setelah menyebrangi teluk saya melanjutkan perjalanan ke pantai melalui hutan lindung. Bersama teman-teman, saya sengaja tak memilih jalur yang tersedia karena kami memang suka bertualang di alam bebas. Jalan setapak yang kami tempuh terputus di tengah hutan, dari situ kami hanya menandai arah yang harus kami tuju tanpa mengikuti jalan apapun. Di sepanjang jalur terdapat banyak bekas babi hutan menggosokkan tubuhnya ke kulit pohon, serta jejak telapak kaki berbagai hewan liar.

Kami juga sempat menyaksikan burung merak liar yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari kami. Bagi saya itu adalah yang pertama kali menyaksikan merak liar di habitat aslinya. Ahirnya kami mencapai pantai laut selatan.

Berbeda dengan bulan Juni itu, pada September lalu banyak yang berubah. Jumlah pengunjung tentu menigkat drastis karena saat itu bertepatan dengan liburan Idul Fitri 1431 H. Namun bukan itu yang membuat saya agak gelisah. Sikap pengunjunglah yang membuat kondisi hutan ini semakin tak terjamin kelestariannya. Saya mandi di pantai bersama teman-teman, di sana kami berenang menikmati ombak, bermain pasir bersama dengan sampah-sampah plastic yang berserakan di pantai. Hanya berselang 3 bulan dan semuanya telah berubah.

Ada petugas kebersihan pantai yang berjaga selama dibukanya fasilitas ini. Namun saya pikir bukan berarti kita bisa dengan seenaknya membuang sampah dengan sembarangan terutama di laut. Rombongan kami pun tak mungkin membawa pulang sampah yang kami hasilkan dari sisa-sisa bungkus makanan dan minuman, namun setidaknya teman-teman juga sadar bahwa kita harus mengumpulkan sampah di satu tempat sehingga petugas kebersihan tak terlalu berat mengelola sampahnya. Hal ini sama sekali tak berhubungan dengan pekerjaan mereka sebagai pemungut sampah, namun lebih dari itu, ini adalah hutan kita sendiri yang tersisa untuk dilestarikan.

Saya melihat banyak mahasiswa local baik yang kuliah di Banyuwangi atau pun di luar kota. Penampilannya rapi, entah karena bersama pasangannya atau memang saat itu Idul Fitri, sayang perilakunya tak merepresentasikan statusnya. Mereka bersikap cuek terhadap kebersihan lingkungan, saya sempat melihat beberapa kali mereka membuang botol plastic minuman saat menunggu antrian tiket di penyebrangan.

Beginilah jika kita hanya menganggap wisata alam sebagai tempat melancong, menghilangkan penat, berlibur bersama pasangan tercinta, tanpa ada rasa memiliki terhadap alam itu sendiri. Saya yakin kepentingan umum harus didahulukan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Anda bisa tinggal di rumah yang sangat kumuh, mengkonsumsi alcohol, malas merapikan ruangan dan lain-lain. Namun, Anda tak pernah berhak untuk mengganggu fasilitas yang menjadi hak khalayak umum. Sehingga asalkan tidak mengganggu orang lain pada dasarnya Anda bisa melakukan apapun. Mengotori kamar sendiri tak akan mengganggu kamar orang lain, asalkan baunya tak menyebar ke mana-mana.
(foto-foto ini saya ambil pada kunjungan pertama Juni 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar